PB-2022-NO-2-Komisi-Perlindungan-Sosial-dan-Kebudayaan
Naskah lengkap dapat juga diunduh disini.
PENULIS
- Muhammad Ammar Hidayahtulloh, Ketua Komisi Perlindungan Sosial dan Budaya PPI Dunia, University of Queensland, Australia
RINGKASAN
Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk diskriminasi gender dan kejahatan yang merendahkan derajat martabat manusia. Di Indonesia, kasus kekerasan seksual meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Lingkungan kampus merupakan salah satu tempat dimana kekerasan seksual sering terjadi di Indonesia. Dampak kekerasan seksual terhadap korban sangatlah buruk dan multidimensi, melingkupi dampak psikologi, fisik, dan juga sosial ekonomi. Untuk mengatasi hal ini, dalam tiga tahun terakhir ada tiga kebijakan baru yang berperspektif korban untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan hak-hak korban dan menindak pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus. Tiga kebijakan ini adalah Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam 5494/2019, Permendikbudristek 30/2021 dan UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
REKOMENDASI
Rekomendasi untuk kementerian dan DPR RI:
- Kemendikbudristek, Kemenag dan DPR RI harus terus melakukan sosialisasi tiga kebijakan berperspektif korban kekerasan seksual tersebut dan mendorong institusi pendidikan tinggi untuk mengimplementasikan kebijakan dengan baik.
- Kemenag perlu menetapkan KEPDIRJEN PENDIS 5494/2019 sebagai peraturan menteri dan mengatur pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual (SATGAS PPKS) di perguruan tinggi keagamaan Islam.
- Kerja sama lintas sektoral antara ketiga lembaga tersebut dan kementerian lainnya seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Kesehatan harus terus dioptimalkan untuk mengarusutamakan pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual.
Rekomendasi untuk lembaga-lembaga perlindungan HAM dan lembaga penyedia layanan:
- Lembaga-lembaga perlindungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Disabilitas, dan lembaga independen lainnya (misalnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) berperan penting sebagai promotor dan penegak HAM setiap korban kekerasan seksual. Hal ini harus terus digalakkan secara konsisten untuk memastikan setiap korban kekerasan seksual mendapatkan perlindungan dan keadilan.
- Dalam merealisasikan hal ini, lembaga penyedia layanan memiliki peran penting dalam mendampingi korban kekerasan seksual. Hal ini tentunya memerlukan dukungan finansial yang memadai dari pemerintah.
Rekomendasi untuk lembaga penegak hukum:
- Lembaga penegak hukum seperti Kepolisian Republik Indonesia dan pengadilan harus menegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku korban seksual.
Rekomendasi untuk perguruan tinggi:
- Perguruan tinggi di seluruh Indonesia, baik negeri dan swasta serta perguruan tinggi keagamaan Islam harus menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan. Dengan demikian, korban kekerasan seksual di lingkungan kampus dapat terjamin pemenuhan dan perlindungan atas hak-haknya serta pelaku kekerasan seksual mendapatkan saksi administratif dan pembinaan untuk memastikan kekerasan seksual tidak berulang.
- Perguruan tinggi perlu membentuk SATGAS PPKS di lingkungannya masing-masing sesuai dengan pedoman yang sudah ada, termasuk berkaitan dengan 2/3 representasi perempuan dari total jumlah anggota SATGAS PPKS, sebagai langkah awal untuk menghapuskan sistem patriarki di lingkungan kampus.
- Perguruan tinggi wajib memberikan akses terhadap pendidikan, informasi dan layanan kesehatan reproduksi dan seksual yang komprehensif untuk seluruh civitas akademika di kampus.
Rekomendasi untuk peran civitas akademika di lingkungan kampus:
- Setiap warga di dalam ruang lingkup kampus, baik mahasiswa/i, tenaga pendidik dan kependidikan, harus berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual.
- Mahasiswa/i dan organisasi kemahasiswaan dapat mendorong perguruan tinggi untuk membentuk SATGAS PPKS jika belum terbentuk di lingkungan kampusnya.
- Seluruh civitas akademika harus menumbuhkan dan menormalisasikan relasi yang setara antar sesama dan menghapuskan stigma negatif terhadap korban kekerasan seksual.
Direktorat Penelitian dan Kajian PPI Dunia